Reunion (bagian 6)

Sekembalinya di rumah, abang Halim langsung tidur dengan mengenakan selimut tebal berwarna merah. Seingatku selimut itu sudah ada ketika ibu masih ada. Abang Halim harus istirahat, karena dari pagi ia menyetir mobil sejak mereka tiba di Bandara Kualanamu. Aurora, Ayugeera, Aletona dan mamapun sudah tidur di kamar. Kamar itu adalah kamar utama yang dulu ditempati bapak dan ibu. Di Kamar ini dulu ada sebuah tempat tidur besi dengan kasur yang terbuat dari kapuk. Katanya dulu aku sering ngompol di kasur itu, hingga kamar itu sering bau pesing. Kini tempat tidur itu sudah dipindah ke kamar sebelah. Sekarang sebuah kasur pegas telah menggantikannya yang langsung diletakkan di atas lantai.

Angin malam sudah terasa menusuk ke dalam tubuh. Jaket tebal tidak cukup untuk mencegahnya menyelusup ke kulit. Selimut-selimut tebalpun harus dikenakan membalut tubuh. Angin malam yang dingin itu tidak menyurutkan minat kami untuk memperbincangkan segala hal. Di tengah perbincangan kami yang makin malam makin hangat, Inanguda Pahae muncul bersama dengan Inangtua Muara. Inanguda Pahae adalah adik ibuku yang tinggal di Pahae, Tapanuli Utara. Sementara itu Inangtua Muara adalah putri dari inangtuanya ibuku. Inangtua Muara tinggal di Pulo Sibandang Muara. Begitulah kebiasaan kami menyebut saudara sesuai dengan tempat dimana mereka tinggal. Mereka sedari tadi siang berada di rumah Tulang Dewi di Toruan, sekitar lima puluh meter dari rumah kami.

Inanguda Pahae sudah lebih dari seminggu datang dari Pahae. Dia sangat antusia untuk mengikuti acara besok, sehingga dia sudah datang jauh-jauh hari. Terakhir aku bertemu dengan dia lebih dari tujuh tahun yang lalu ketika aku melangsungkan pernikahan di kampung. Hari ini penampilannya lebih segar, lebih ceria, walaupun keriput di wajahnya semakin bertambah. Tiga tahun yang lalu dia sempat menderita penyakit yang cukup serius dan dokter melarang dia untuk melanjutnya kebiasaan merokoknya. Berhenti merokok inilah yang memulihkan kesehatannya. Aku masih ingat rokok kesukaannya selain timbaho bakkal adalah rokok Kompil, Commodore Filter.

GBV4XAUK20161124120217Sementara itu Inangtua Muara baru datang dari Muara tadi siang. Dia membawa banyak buah mangga yang merupakan buah ciri khas dari kampungnya Pulo Sibandang. Buah mangga ini khas dengan ukuran yang lebih kecil dari mangga kebanyakan. Kadang-kadang ada juga yang menyebut mangga ini dengan mangga udang. Rasanya juga manis dengan kulit yang kebanyakan dipenuhi bintik-bintik coklat kehitaman. Mangga ini hanya tumbuh di sekitar Danau Toba. Dengan Inangtua Muara saya jarang bertemu, tapi saya tau kalau dia adalah seorang ibu yang tangguh. Perjuangannya menemani suami menghidupi anak yang sangat banyak itu layak diacungi jempol. Kini di masa tuanya dia hidup sendiri setelah ditinggal Amangtua beberapa tahun yang lalu. Perjuangannya tidak sia-sia, kini anak-anaknya sudah medapatkan kehidupan yang layak.

Malam semakin larut dan kisah-kisah yang kami perbincangkan tidak ada habis-habisnya. Waktu telah menunjukkan pukul 22.30 ketika sebuah Toyota Kijang berhenti persis di depan rumah. Rombongan Ito dari Jambi akhirnya tiba. Mereka terdiri dari Ito Jambi dengan tiga orang anaknya dan Ito Rawalumbu dengan dua anaknya. Sementara yang mengendarai mobil adalah bapaknya Cia. Rombongan merekalah rombongan yang terakhir tiba di kampung. Dengan Wajah yang lelah mereka turun dari mobil. Mereka juga menurunkan banyak sekali barang bawaan. Saya jadi bingung, bagaimana mereka semua dengan banrang sebanyak itu bisa muat dalam mobil yang tidak besar itu.

Dengan telebih dahulu bersalaman, berpelukan dan saling menanyakan kabar, mereka menceritakan bagaimana luar biasanya perjalanan mereka. Bagaimana anak-anak yang hampir semuanya mabok, bagaimana mereka bisa mendapatkan tempat-tempat makan enak tapi murah dan tempat penginapan yang nyaman namun juga murah. Keberuntungan selalu menamani perjalanan mereka hingga bisa tiba di kampung tepat waktu. Hampir separuh pulau Sumatra mereka jelajahi dengan mobil kecil Toyota Kijang dari Jambi hingga ke kampung Sipanganbolon ini. Ternyata rasa lelah tidak menyurutkan semangat anak-anak itu. Di tengah malam yang dingin, mereka malah bermain di luar rumah. Perintah dari ibu merekalah yang membuat mereka menarik selimut dan tidur, agar besok bisa bangun pagi.

Ruangan tengah rumah telah dipenuhi oleh orang yang tidur. Ruangan itu tidak sanggup lagi menampung semua orang untuk tidur, sehingga beberapa orang harus tidur di ruang belakang. Setidaknya ada 23 orang kami yang ada di rumah saat itu. Sementara itu beberapa orang termasuk saya masih ngorol di ruang tengah. Kami duduk sambil meringkuk mendekap selimut-selimut tebal disela-sela mereka yang sudah tidur. Sekitar pukul satu dini hari tukang salon yang akan datang ke rumah Sipanganbolon menelepon ke mamanya Arga. Mereka sudah datang, tetapi karena jalanan sngat gelap, mereka kelewatan sekitar 1 km. Mereka minta dijemput. Untunglah ada abang halim yang dimintai tolong untuk menjemput.

Tukang salon itu datang bersama dengan satu orang asistennya, suaminya dan anaknya yang masih kecil. Sungguh perjuangan yang luar biasa dalam menjalani kehidupan. Salut dengan perjuangan orang-orang seperti itu. Pasien pertama yang ditangani oleh tukang salon adalah ito Jambi dan ito Rawalumbu, tetapi baru rambut mereka yang dikerjakan, sedangkan wajah nanti setelah mereka pulang jiarah dari makan bapak dan ibu di Girsang. Di jiarah itu mereka akan marsuap, mencuci muka, sehingga tidak mungkin wajah mereka dimakeup terlebih dulu. Bapak Cia lah yang mengantar mereka ke Girsang. Bersama mereka ikut juga Wahyu.

Pasien salon berikutnya adalah Mama Arga, Inanguda Pahae, Ompung Arga, Mama Aurora, Aurora, Grace dan Ami. Ketika mereka bersalon saya menyempatkan tidur sejenak. Saya tidur tidak lebih dari dua jam. Mereka yang jiarah sudah kembali sebelum orang terakhir selesai disalon. Hari sudah terang ketika mereka semua selesai berdandan. Satu-persatu mereka difoto oleh tukang salon. Katanya buat dokumentasi dan sekaligus buat promosi. Perjuangan kalian untuk bangun dini hari, bahkan ada yang tidak tidur hanya untuk berdandan tidak sia-sia. Hasilnya memuaskan. Sempurna.

canva-photo-editor (41)Jam tujuh pagi kami sudah mengenakan busana dan penampilan terbaik kami. Isteriku dan anak-anak mengenakan kebaya dan gaun yang telah dijahitkan di tukang jahit terbaik itu. Saya mengenakan kemeja dan dasi jatah yang sengaja dibeli dengan warna yang sama. Sementara jas yang saya kenakan adalah jas abu-abu yang dulu saya beli di rest area km 98 Tol Purbalenyi (Orang-orang masih menyebutnya dengan Tol Cipularang) dengan harga super discount. Jam setengah delapan kami harus sudah berkumpul di gedung Confrence Hall untuk memulai acara besar yang akan kami gelar hari ini. Dari Sipanganbolon kami menaiki angkutan yang dikendarai oleh Tulang Rudol. Mobil angkutannya Tulang Rudol ini sengaja di pesan sepanjang hari ini untuk mengangkut siapa saja yang akan ke acara itu.

Bersambung ke bagian 7.

 

Tinggalkan komentar

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close